Pembenaran Melalui Iman
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Dalam penulisan Surat Roma perlu diingat bahwa
Paulus belum pernah mengunjungi Roma, dan yang menjadi latar belakang penulisan
Surat ini ialah terdapat dalam Roma 15:22-24;30-32, dimana Paulus memberitahu
bahwa ia ingin mengunjungi mereka, ia juga mengharapkan pertolongan mereka agar
ia dapat meneruskan perjalanan ke Spanyol untuk melayani serta Paulus meminta
dukungan doa mereka untuk perjalanan ke Yerusalem.
Belakangan ini banyak gereja yang
bertumbuh pesat menjadi gereja yang bergairah karena pertumbuhan jiwa yang
menyolok serta fasilitas-fasilitas yang dapat dikatakan mewah namun mengabaikan
pertumbuhan iman dari jemaat? Buktinya pada
zaman sekarang ini kebanyakan orang memiliki pemahaman yang salah mengenai
dasar pembenaran dalam iman Kristiani. Hal ini juga dialami pada zaman rasul Paulus, dimana
ada pemahaman-pemahaman yang keliru dari kaum Yahudi yang mengatakan bahwa
manusia diselamatkan karena melakukan hukum Taurat. Pemahaman seperti ini semakin
keliru ketika bangsa Yahudi menganggap bahwa bangsa diluar Yahudi adalah salah,
pemahaman seperti ini ditentang keras oleh Rasul Paulus. Paulus telah
mengatakan bahwa kebenaran ALLAH dinyatakan “tanpa Hukum Taurat”.[1]
Surat Roma merupakan salah satu
kitab terpenting dalam Alkitab, dimana kitab ini dengan jelas dan sistematis
menjelaskan mengenai Injil Yesus Kristus. Paulus dalam surat Roma memberikan penjelasan
yang sangat luas dan dalam mengenai isi pesan Injil, yaitu bahwa keselamatan
adalah suatu kasih karunia Allah yang hanya bisa diperoleh melalui iman dalam
Yesus Kristus.
Berbicara
mengenai pembenaran melalui iman adalah dua pokok yang sering dipertentangkan
dalam banyak pembicaraan mengenai Firman Allah. Kedua hal ini sudah sering
disalah pahami sehingga jemaat sekarang memiliki pemahaman yang keliru mengenai
Kebenaran Allah melalui iman.
Ada
banyak kebingungan di antara orang-orang Kristen tentang pembenaran. Beberapa
orang berkata bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan baik yang dilakukan,
dan yang lain berkata bahwa pembenaran diterima melalui iman yang terpisah dari
perbuatan baik.
Berdasarkan
latar belakang pemaparan masalah di atas, maka penulis terdorong untuk membahas
lebih lanjut mengenai Pembenaran Allah melalui iman dalam Surat Roma yang
memberikan pemahaman yang jelas kepada jemaat.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang pemaparan masalah yang telah dibahas di atas, penulis merumuskan
masalah dalam bentuk pertanyaan. Adapun
pertanyaan yang dimaksud oleh penulis ialah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan pembenaran melalui iman dalam Surat Roma ?
2. Bagaimana
implikasinya dalam kehidupan orang percaya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan menjadi
acuan penulis untuk menulis tentang pembenaran melalui iman berdasarkan Surat
Roma sehingga mempermudah untuk setiap pokok yang diuraikan.
Tujuan
Penulisan
Berkenaan dengan rumusan masalah di atas,
penulis merumuskan maksud dan tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami makna pembenaran melalui iman berdasarkan Surat Roma.
2. Untuk
mengetahui implikasinya dalam kehidupan orang percaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Arti Pembenaran Dalam Perjanjian
Lama
Dalam
Perjanjian Lama, istilah “kata kerja yang diterjemahkan membenarkan adalah tsadaq” atau “orang yang benar (tsaddiq) adalah manusia yang mematuhi
aturan yang ada. Kata kerja (tsadaq)
berarti mematuhi aturan yang ada, dan dalam bentuk tertentu berarti menyatakan
benar atau membenarkan”.[2] Dasar penjelasan Paulus diambil dari Perjanjian
Lama mengenai kebenaran yang inti penjelasannya bukan menunjukan kualitas etis
atau perbuatan baik manusia, tetapi dalam hal membenarkan. Jadi,
tidak seperti yang dijelaskan oleh Plato mengenai istilah dikaiosune yang memiliki empat makna yaitu “ keadilan, hikmat, kesabaran, dan keberanian
atau ketabahan. Keempat kebaikan ini
ditekankan oleh kaum Stoa dan kerap kali menyusup masuk ke dalam Yudaisme
Helenistik”.[3]
Arti Pembenaran Dalam Perjanjian
Baru
Dalam
Perjanjian Baru, “istilah Yunani membenarkan adalah dikaioo. Kata benda dikaiosune dapat diterjemahkan dengan
kata pembenaran. Kata sifat dikaios dapat diterjemahkan adil atau
benar”. Sedangkan dalam pandangan
beberapa pakar dari kalangan Katolik yang mengemukakan bahwa “pengertian dikaioo adalah menjadikan benar, dan dikaiosune menunjukan kualitas etis dari
kebenaran itu”.[4]
Namun dalam konteks surat Roma, Paulus
menggunakan istilah ini dari latar belakang Perjanjian Lama yakni dari akar kata
“tsadaq”[5]
untuk menjelaskan kepada penerima surat bahwa istilah ini memiliki arti membenarkan
atau menyatakan benar bukan berdasarkan perbuatan baik manusia.
Pengertian Iman dalam Perjanjian
Lama
Kata
iman (pistis) dalam Bahasa Ibrani (emun) sering muncul dalam Bahasa
Indonesia. Dalam Perjanjian Lama hanya
dua kali yakni Ulangan 32:20 (TBI menerjemahkan kesetiaan) dan Habakuk 2:4 (TBI
menerjemahkan percayanya). Ini tidak
berarti bahwa gagasan iman tidak penting, banyak istilah lain, misalnya Ibrani batakh, yang dalam TBI biasanya
diterjemahkan percaya.[6]
Pengertian Iman dalam Perjanjian
Baru
Dalam Perjanjian Baru, istilah kata pistis digunakan 67 kali yang berarti
yang “ dapat dipercayai, setia, yang percaya, yang beriman, pasti”.[7]
Pembenaran melalui Iman menurut Pandangan
Paulus dalam Surat Roma
Surat
Roma adalah surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat yang belum dikenalnya
dan belum pernah ia kunjungi. Dalam
Surat Roma, Paulus menggunakan istilah-istilah pembenaran dan iman yakni
“istilah dikaios ini berarti benar
atau adil (Rm 1:17; 2:13; 3:10,26; 5:7,19 dan 7:12), istilah dikaiosune ini berarti kebenaran atau
keadilan (Rm 1:17; 3:5,21,25,26; 4:3,5,6,9,11dst.), istilah pisteuo - kata kerja ini berarti percaya
(Rm 1:16; 3:2,22; 4:3,5,11,17,18,24;
6:8; 9:33 dst.), dan istilah pistis
ini berarti iman (Rm 1:5,8,12,17; 3:3,22,25,26,27,28 dst.).”[8] Dalam penjelasan Paulus mengenai sifat dasar pembenaran, ia menggunakaan
istilah kata kerja “dikaioo
(membenarkan) yang digunakan dalam pengertian yang bercorak hukum.”[9] Iman dalam penjelasan Paulus, ia menempatkan
iman bertentangan dengan perbuatan menurut Hukum Taurat. Hal ini menunjukan bahwa semua jasa manusia
harus disingkirkan dari hubungan manusia dengan Allah, karena perbuatan baik
manusia tidak dapat menyatakan dirinya sendiri bahwa ia benar. Jadi, peranan iman dalam pembenaran ialah
untuk mengakui betapa benarnya tindakan Allah dalam Yesus Kristus sehingga
tidak ada alasan bagi manusia untuk membenarkan diri berdasarkan perbuatan
baik, tetapi hanya semata-mata oleh anugerah Allah (Rm 5:17).
Manusia
dibenarkan oleh kebenaran Allah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus (Rm
1:17). Bagaimana Allah membenarkan orang berdosa? Allah membenarkan seseorang menjadi benar di
dalam Kristus dan untuk hari-hari selanjutnya setelah diselamatkan, manusia
dapat mengalahkan dosa, dengan fakta yang nyata yaitu Yesus Kristus telah mati
untuk menebus manusia dari dosa serta manusia yang telah dibenarkan,
dikaruniakan-Nya hidup baru sehingga mereka dapat berbuat kebajikan dan berada
dalam kemenangan. Manusia senantiasa
kekurangan kemuliaan Allah sebab perbuatan dosa yang terus-menerus akan
mengaburkan segala sesuatu yang tercakup dalam kemuliaan Allah. Manusia telah
dibenarkan secara cuma-cuma. Hal ini terjadi karena kasih karunia Allah
sehingga kita dapat bermegah dalam pengharapan akan kemuliaan Allah (Rm 5:2). Allah berkenan melakukan hal ini bukan karena
ada suatu kebaikan dalam diri manusia, tetapi karena Dia murah hati. Hal senada juga disampaikan oleh Yohanes
Calvin mengenai “pembenaran itu dengan sederhana yang diterangkan sebagai
diterimanya kita oleh Allah ke dalam Anugerah-Nya dan penilaian-Nya terhadap
kita sebagai orang benar dan menyatakan bahwa pembenaran itu terletak dalam
pengampunan dosa dan dalam diperhitungkannya kebenaran Kristus kepada kita.”[10]
Karena
penebusan dalam Kristus Yesus manusia dapat dinyatakan benar, sebab Allah sudah
bertindak, Dia telah menyediakan penebusan. Dalam hal ini penebusan mengacu
pada pembebasan dari dosa. Penebusan
atau pembebasan ini adalah dalam Kristus. Berada di dalam Kristus berarti menjadi milik-Nya
dan merupakan bagian dari segala sesuatu yang telah Ia lakukan dan yang telah
Ia jadikan melalui karya penebusan-Nya.
Paulus mengemukakan bahwa dasar untuk bermegah
tidak ada. Berdasarkan apa? berdasarkan perbuatan ? Tidak! Cara-cara seperti itu melahirkan kesombongan,
sebaliknya dasar untuk bermegah adalah berdasarkan iman (Rm 3:27). Kehidupan yang berpusat pada perbuatan sama
dengan kehidupan yang berpusat pada diri sendiri. Tetapi dasar iman
menghasilkan kehidupan yang berpusat pada Allah. Di sini Kekristenan dianggap
sebagai hukum yang baru – sebuah peraturan hidup yang iman sebagai pusatnya.
Hakekat dari dasar iman ialah bahwa manusia dibenarkan karena iman dan bukan
karena ia melakukan Hukum Taurat (Rm 3:28). Tuhanlah yang dapat menyatakan seseorang
benar, Dia adalah Allah orang Yahudi dan juga Allah bukan orang Yahudi (Rm
3:29). Pembenaran melalui iman
mengandung arti bahwa kini hubungan kita dengan Allah sudah dipulihkan dan kita
termasuk umat-Nya dan percaya bahwa Dia adalah Allah kita. Dia menyatakan orang Yahudi benar karena iman
dan juga orang bukan Yahudi dinyatakan benar karena iman. Di dalam kedua kasus
ini, imanlah yang merupakan pusat dari kebenaran Allah. Dengan demikian orang Yahudi dan orang bukan
Yahudi diterima oleh Allah melalui cara yang sama yaitu melalui penyerahan diri
kepada Allah dan kepercayaan pribadi kepada-Nya. Jadi, hal ini tidak sama dengan yang dikatakan
oleh pandangan Roma Katolik menurut Trent mengenai “pembenaran pada dasarnya
dianggap sebagai penanaman (infusion) anugerah yang mengakibatkan suatu
perubahan di dalam natur rohani dan moral manusia dan bukan suatu tindakan
deklaratif, dimana Allah mengimputasikan kebenaran Kristus kepada orang
percaya. Jika ada orang yang berkata bahwa manusia dibenarkan melalui
pengimputasian kebenaran Kristus yang semata atau melalui penghapusan dosa
semata, tidak memasukkan anugerah dan kasih yang dicurahkan di dalam hati
mereka oleh Roh Kudus dan tetap berada disana, atau bahwa anugerah yang
membenarkan kita hanyalah kehendak baik dari Allah : biarlah orang itu
terkutuk.”[11]
BAB
III
IMPLIKASI
Dalam
bab ini, penulis akan mengimplikasikan hasil pembahasan mengenai pembenaran
melalui iman berdasarkan Surat Roma dengan tujuan dalam kehidupan manusia.
Prinsip Dasar Pembenaran melalui
Iman
Sebagaimana
telah diuraikan setiap pokok di atas,, penulis menjelaskan bahwa pembenaran itu
dinyatakan oleh Allah sebagai kebenaran
Allah kepada manusia. Pembenaran itu
dikerjakan oleh Allah sendiri atau inisiatif Allah, dimana Allah mengutus Yesus
Kristus datang ke dunia untuk mengerjakan pendamaian bagi manusia, yakni
melalui “pembenaran dan kebangkitan Kristus.”[12] Makna kematian Kristus bagi manusia adalah
pembebasan orang berdosa dari murka Allah yaitu untuk keselamatan dan bukti
bahwa kebangkitan Kristus adalah tindakan Allah yang menunjukan kuasa-Nya dan
tindakan pembenaran-Nya atau. Dalam Roma
4:25 dikatakan bahwa Yesus “dibangkitkan karena pembenaran kita” seperti
bertentangan dengan pembenaran Allah, namun makna ungkapan ini tidak
bertentangan dengan pembenaran Allah kerena kematian Kristus adalah untuk
menyelamatkan kita dan kebangkitan Kristus adalah bagian dari pembenaran Allah,
dimana orang yang dibenarkan dalam Kristus dan yang oleh-Nya mereka percaya,
mereka juga turut dalam kemuliaan Kristus sehingga dapat dikataka bahwa “Sang
Hakim menerima kematian Kristus sebagai pengganti dan sekaligus
membangkitkan-Nya dari antara orang mati untuk membela perkara orang-orang yang
untuk kepentingannya Ia sudah mati.”[13]
Paulus
mengungkapkan dalam Roma 3:28 bahwa manusia dibenarkan berdasarkan prinsip
dasar iman dan bukan berdasarkan prinsip perbuatan baik. Hal ini juga senada dengan pandangan James M.
Boice mengenai “pembenaran adalah tindakan Allah dan bahwa pembenaran
seluruhnya terpisah dari perbuatan internal apa pun di dalam diri individu yang
dibenarkan itu. Maksudnya, pembenaran
tidak bergantung pada perbuatan baik atau pada bentuk lain apapun dari perbuatan
atau usaha manusia.”[14]
Iman
yang dimaksudkan oleh Paulus ialah sarana yang melaluinya karya Kristus
diterima secara pribadi serta penyerahan diri secara penuh kepada Allah dan
ketetapan ilahi bagi keselamatan. Paulus
memiliki konsep dan tujuan yang jelas mengenai iman yang tidak bergantung pada
diri sendiri melainkan hanya bergantung kepada kekuatan mutlak Allah. Dalam hal ini Allah menunjukan keadilan-Nya
dengan jalan mengadakan pendamaian bagi
manusia berdosa dalam Kristus Yesus yakni dalam darah-Nya, supaya nyata
bahwa Ia benar dan melalui iman kepada-Nya, Ia juga membenarkan mereka yang
percaya (Rm 3:25-26). Dengan demikian,
usaha atau perbuatan baik manusia untuk mendapatkan pembenaran diri tidak
relevan dengan penjelasan Paulus mengenai iman.
Jadi, pembenaran karena iman tidak
meniadakan janji Allah kepada mereka yang telah dibenar dan melalui iman menerima Kristus
secara pribadi. Dan sebagai anak-anak
Allah, kita juga adalah ahli waris yaitu ahli waris Allah, dan juga ahli waris
dengan Kristus Roma 8:17. Oleh sebab
itu, makna pembenaran itu melibatkan pembebasan oleh hakim yang benar, dan
pemahaman Paulus mengenai pembenaran masa depan itu telah terjadi (Rm 5:1;
5:9). Hal ini menunjukan bahwa
pembenaran dalam Kristus menerobos pada masa lalu dan yang akan datang sehingga
pembenaran bagi orang percaya itu berlaku pada masa lalu, masa kini dan masa
yang akan datang yaitu sampai kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali.
BAB IV
PENUTUP
Sebagai
bab terakhir dari penulisan ini, ada beberapa pokok penting dalam kesimpulan
yang penulis ingin kemukakan. Kesimpulan
ini berdasarkan pembahasan penulis tentang gagasan Paulus mengenai pembenaran
melalui iman dalam Surat Roma.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai pembenaran
melalui iman dalam Surat Roma, maka penulis mengemukakan beberapa hal penting
sebagai kesimpulan yakni sebagai berikut:
Pertama,
Pembenaran melalui iman mengandung arti bahwa kini hubungan kita dengan Allah
sudah dipulihkan dan kita termasuk umat-Nya dan percaya bahwa Dia adalah Allah
kita. Pembenaran karena iman tidak
meniadakan janji Allah kepada mereka yang telah
dibenarkan dan melalui iman menerima Kristus secara pribadi.
Kedua,
bagi orang yang percaya, yang mengalami pembenaran dari Yesus Kristus. Pembenaran itu tidak hanya berlaku untuk
sementara, namun terus-menerus sampai kedatangan Kristus yang kedua kali.
KEPUSTAKAAN
Alkitab.
Jakarta: 2007. Lembaga Alkitab Indonesia.
SY,
Jacobs T. Paulus ‘Hidup, Karya, dan Teologinya’. Yogyakarta: Kanisius, 1983
Ladd,
George Eldon. Teologi Perjanjian Baru
Jilid 2. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002
Douglass, J. D. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Sutanto, Hasan. Perjanjian
Baru Interlinear Yunani – Indonesia
dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007
Hagelberg,
Dave. Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani.,
Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004
Guthrie,
Donald. Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011
Calvin,
Yohanes. Institutio: Pengajaran Agama
Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Boice,
James Montgomery. Dasar-Dasar Iman Kristen.
Surabaya: Momentum, 2011
Hoekema, Anthony
A. Diselamatkan
Oleh Anugerah. Surabaya: Momentum, 2010
[1] DR. T. Jacobs SY, Paulus
‘Hidup, Karya, dan Teologinya’, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 220.
[2] George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 2,
(Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), 189.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[7] Hasan Sutanto, Perjanjian
Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,
2007), 644.
[9] Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 2, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011), 125.
[10] Yohanes Calvin, Institutio:
Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2009), 164.
[11] Anthony A. Hoekema : Diselamatkan
Oleh Anugerah, ( Surabaya : Momentum, 2010 ), 216 -217.
[12] Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 130.
[13] Ibid.
[14] James Montgomery Boice: Dasar-Dasar
Iman Kristen, (Surabaya : Momentum,2011), 483.
Komentar
Posting Komentar